Panduan Ringkas Tentang I’tikaf
Oleh: Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A.
Agar ringkasan ini mudah dibaca dan dipahami oleh kaum muslimin dalam waktu yang sangat singkat. Maka tulisan ini tidak mengupas topik I’tikaf secara panjang lebar, hanya khusus membahas seputar panduan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Tulisan ringkas ini saya sarikan dari beberapa tulisan ulama, utamanya kitab “Mukhtashar Fi Fiqh Al I’tikaf” karya Syeikh Prof. Dr. Nashir Bin Sulaiman Al Umar dan kitab “Al Inshof Fi Ahkaamil Al I’tikaf” karya Syeikh Ali Hasan Al Halaby.
Barangsiapa yang ingin mendapatkan penejelasan yang lebih luas tentang berbagai hukum I’tikaf silakan membaca kitab “Fihq Al I’tikaf” karya Syeikh Dr. Khalid Bin Ali Al Musyaiqih.
Apa penegertian I’tikaf..?
I’tikaf artinya berdiam diri di dalam masjid dengan syarat-syarat tertentu, dan dengan tujuan semata-mata berniat ibadah kepada Allah.
Apa Hukumnya beri’tikaf disebuluh hari terakhir di bulan Ramadhan..?
Hukum beri’tikaf secara umum adalah sunnah, berdasarkan Al Qur’an dan hadits-haduts Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta kesepakatan Para ulama.
Dan amat utama untuk dilaksanakan pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa melakukannya tiap tahun untuk mendekatkan diri kpd Allah subhanahu wata’ala & memohon pahala-Nya. Terutama pd hari-hari di bulan Ramadhan & lbh khusus ketika memasuki sepuluh hari terkahir pd bulan suci Ramadhan. Demikian tuntunan yg diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tdk pernah meninggalkan i’tikaf semenjak beliau tinggal di Madinah hingga sampai akhir hayat beliau.
- Ayat Al Qur’an tentang I’tikaf
Allah berfirman:
{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ}
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, dan janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu), sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (Al Qur’an Surat: al- Baqarah:187)
- Hadis-hadits tentang I’tikaf
Tentang anjuran ber’tikaf dimuat dalam beberapa hadis berikut ini:
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa ia berkata, “Rasulullah Saw. beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).
Dari Aisyah bahwa ia berkata, “Rasulullah Saw melakukan I’tikaf sesudah tanggal dua puluh Ramadhan hingga beliau meninggal dunia.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Ubay bin Ka’ab dan Aisyah: “Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hingga Allah menjemputnya (wafat).” (HR. Bukhari Muslim).
Maksud dari beberapa hadis di atas bahwa tiap bulan Ramadhan akan berakhir, terutama sepuluh hari menjelang Ramadhan berakhir, Rasulullah Saw. selalu I’tikaf di masjid.
Apakah wanita boleh beri’tikaf…?
Termasuk wanita diperbolehkan beri’tikaf berdasrkan hadits berikut:
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu beri’tikaf pd sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (HR .al-Bukhari & Muslim)
Di masjid mana sajakah beleh beri’tikaf…?
I’tikaf tempatnya di setiap masjid yg di dalamnya dilaksanakan shalat berjama’ah, akan tetapi lebih diutamakan pada salah satu dari tiga masjid yang termulia; Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah atau Masjidil Aqsha di Palestina.
Bila seseorang beri’tikaf di masjid yg tidak menyelenggarakan sholat Jum’at dan hanya untuk shalat jama’ah 5 waktu saja, maka ia boleh keluar sekedar untuk shalat Jum’at ke masjid terdekat, jika waktu sholat Jum’at telah tiba, kemudian ia kembali lagi ke masjid tempat i’tikafnya semula.
Kapan waktu dimulainya I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan..?
Dalam masalah ini ada dua pendapat:
- Jumhur Ulama berpendapat bahwa waktu i’tikaf sepuluh hari terakhir dari Ramadhan dimulai sebelum Maghrib pada tgl 20 Ramadhan. Sehingga benar-benar beri’tikaf sepuluh malam terakhir dari Ramadhan.
- Pendapat kedua, bahwa waktu i’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan dimulai setelah sholat subuh pada tgl 21 Ramadhan. Ini berdasarkan hadist yang diriwatakan oleh isteri Nabi Aisyah radhiallahu ‘anha. Akan tetapi pendapat ini disanggah oleh sebagian ulama, karena bila masuk i’tikaf setelah subuh tgl 21 Ramadhan maka bilangan jumlah i’tikafnya tidak cukup sepuluh malam. Lalu mereka mengkompromikannya dengan hadits Aisyah bahwa maksud dari hadist Aisyah adalah bahwa Rasululllah shalallahu ‘alahi wa salam masuk ke tenda beliau setelah sholat subuh akan tetapi beliau memulai i’tikafnya sebelum maghrib tgl 20 Ramadhan. Wallahu a’lam.
Kapan waktu berakhirnya I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan..?
Waktu beri’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan berakhir setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir dari bulan Ramadhan. Akan tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa waktu keluar i’tikaf lebih afdhol sampai selesai melakukan sholat ‘id.
Berapa masa minimal masa I’tikaf…?
Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
- Masa minimal i’tikaf adalah 10 hari.
- Masa minimal masa i’tikaf satu hari-satu malam.
- Masa minimal i’tikaf satu hari atau satu malam.
- Dianggap i’tikaf walau hanya menetap sebentar dalam masjid seperti menunggu dari waktu sholat ke waktu sholat berikutnya.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang ke 3, bahwa waktu minimal i’tikaf adalah satu malam atau satu hari. Berdasarkan hadist Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah bernazar untuk i’tikaf selama satu malam”, dalam riwayat lain: “selama satu hari”
Apa saja syarat dan rukun I’tikaf..?
Orang yang beri’tikaf harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Muslim
- Niat
- Baligh/Berakal
- Suci dari hadatsbesar; junub, haid dan nifas
- Dilakukan di dalam masjid
Oleh karena itu, i’tikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang belum dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam keadaan junub, wanita dalam masa haid dan nifas.
Rukun-rukun i’tikaf
- Niat
- Berdiam di masjid (QS. Al Baqarah : 187)
Di sini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat i’tikaf. Sebahagian ulama membolehkan i’tikaf di setiap masjid yang digunakan untuk salat berjamaah lima waktu.
Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga pelaksanaan salat jamaah setiap waktu.
Ulama lain mensyaratkan agar i’tikaf itu dilaksanakan di masjid yang digunakan untuk membuat salat Jumat, sehingga orang yang beri’tikaf tidak perlu meninggalkan tempat i’tikafnya menuju masjid lain untuk salat Jumat.
Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi’iyah bahwa yang utama yaitu i’tikaf di masjid jami’, kerana Rasulullah saw i’tikaf di masjid jami’. Lebih utama di tiga masjid; Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.
Hal-hal yang membatalkan i’tikaf
- Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan yang dikecualikan walaupun sebentar.
- Murtad ( keluar dari agama Islam )
- Hilangnya akal, karena gila atau mabuk
- Haid atau nifas
- Bersetubuh dengan istri, atau memegang dengan syahwat.
Apa saja larangan-larangan dalam I’tikaf…?
Orang yg sedang beri’tikaf tdk diperbolehkan keluar dari masjid hanya untuk keperluan sepele & tdk penting, artinya tdk bisa dikategorikan sbg keperluan syar’i. Jika ia memaksa keluar untuk hal-hal yg tdk perlu tersebut, maka i’tikafnya batal. Selain itu, ia juga dilarang melakukan segala perbuatan haram seperti ghibah (menggunjing), tajassus (mencari-cari kesalahan orang), membaca & memandang hal-hal yg haram. Pendeknya semua perkara haram di luar i’tikaf, maka pd saat i’tikaf lbh ditekankan lagi keharamannya. Mu’takif juga dilarang untuk menggauli istrinya, karena hal itu membatalkan i’tikafnya.
Apa saja hal-Hal yg Membolehkan orang beri’tikaf keluar dari masjid…?
Seorang yang beri’tikaf diperbolehkan meninggalkan tempat i’tikafnya jika memang ada hal-hal yg sangat mendesak. Di antaranya adl buang hajat yaitu keluar ke WC untuk buang air, untuk mandi, keluar untuk makan & minum jika tdk ada yg mengantarkan makanan kepadanya, & pergi untuk berobat jika sakit. Demikian pula untuk keperluan syar’i seperti shalat Jum’at, jika tempat ia beri’tikaf tdk digunakan untuk shalat Jum’at, menjadi saksi atas sesuatu perkara & juga boleh membantu keluarganya yg sakit, jika memang mengharuskan untuk dibantu. Juga keperluan-keperluan semisalnya yg memang termasuk kategori dharuri (keharusan).
Hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang beri’tikaf:
- Keluar dari tempat i’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap istrinya Sofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim)
- Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
- Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya .
- Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
- menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama
Apa aja hal-hal yg harus dihindari saat beri’tikaf..?
Orang yg sedang i’tikaf dianjurkan untuk menghindari hal-hal yg tdk bermanfaat seperti byk bercanda, mengobrol yg tdk berguna sehingga mengganggu konsentrasi i’tikafnya. Karena i’tikaf adl bertujuan untuk mendapatkan keutamaan bukan malah menyibukkan diri dengan hal-hal yg tdk disunnahkan.
Ada sebagian orang yg beri’tikaf, namun dengan meninggalkan tugas & kewajibannya. Hal ini tdk dpt dibenarkan karena sungguh tdk proporsional seseorang meninggalkan kewajiban untuk sesuatu yg sunnah. Oleh karena itu, orang yg i’tikaf hendaknya ia menghentikan i’tikafnya, jika memiliki tanggungan atau kewajiban yg harus dikerjakan.
Bolehkah menentukan syarat dalam I’tikaf…?
Seorang ingin beri’tikaf diperbolehkan menentukan syarat sebelum melakukan i’tikaf untuk melakukan sesuatu yg mubah. Misalnya saja ia menetapkan syarat agar makan minum harus di rumahnya, hal ini tdk apa-apa. Lain halnya jika ia pulang dengan tujuan menggauli istrinya, keluar masjid agar bisa santai atau mengurusi pekerjaannya, maka i’tikafnya menjadi batal. Karena semua itu bertentangan dengan makna & pengertian i’tikaf itu sendiri.
Apa saja sunnah-sunnah yang dianjurkan bagi Orang yg sedang I’tikaf…?
Disunnahkan bagi yang beri’tikaf supaya memanfaatkan waktu yg ada dengan sebaik-baiknya untuk berdzikir, membaca al-Qur’an, mengerjakan shalat sunnah, terkecuali pd waktu-waktu terlarang, serta memperbanyak tafakur tentang keadaannya yg telah lalu, hari ini & masa mendatang. Juga byk -banyak merenungkan tentang hakikat hidup di dunia ini & kehidupan akhirat kelak.
Apa saja hikmah & manfaat dari beri’tikaf…?
I’tikaf memiliki hikmah yg sangat besar yakni menghidupkan sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam & menghidupkan hati dengan selalu melaksanakan ketaatan & ibadah kpd Allah Ta’ala.
Sedangkan manfaat i’tikaf di antaranya:
- Untuk merenungi masa lalu & memikirkan hal-hal yg akan dilakukan di hari esok.
- Mendatangkan ketenangan, ketentraman & cahaya yg menerangi hati yg penuh dosa.
- Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah subhanahu wata’ala. Amalan-amalan kita akan diangkat dengan rahmat & kasih sayang-Nya
- Orang yg beri’tikaf pd sepuluh hari terkahir akhir bulan Ramadhan akan terbebas dari dosa-dosa karena pd hari-hari itu salah satunya bertepatan dengan lailatul qadar.